Dewasa ini, penggunaan media sosial (medsos) sudah
menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Perkembangan zaman, kemajuan teknologi,
dan keinginan dari tiap individu untuk menunjukkan dirinya semakin mendukung
menjamurnya penggunaan media sosial di berbagai kalangan. Dari mulai remaja,
orang dewasa, bahkan orangtua dan anak-anak tidak luput dari euforia keberadaan
media sosial ini. Penggunaannya pun bermacam-macam, dari mulai hal biasa
seperti komunikasi sampai pada melakukan transaksi jual beli jarak jauh. Kecanggihan
berbagai fitur yang ada di dalam media sosial memungkinkan penggunanya untuk
melakukan hal-hal yang dulu bahkan tidak sempat terpikirkan oleh nalar manusia
tetapi kemudian bisa terealisasi. Contoh kecil bisa kita ambil dari salah satu
media sosial dengan jumlah pengguna paling banyak, yaitu Facebook.
Semenjak kemunculannya pada medio 2000-an, Facebook telah merajai pasar
media sosial tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Seperti dikutip dari The
Verge, per bulan Juni 2017 saja ada sebanyak 2 miliar pengguna aktif dari
sosial media yang digagas oleh Mark Zuckerberg ini. Itu menunjukkan bahwa media
sosial sudah seperti tidak bisa dipisahkan lagi dari kehidupan manusia yang
hidup pada zaman ini.
Dan celakanya, keberadaan media sosial bagaikan dua
sisi mata uang. Di satu sisi keberadaannya dapat memecahkan berbagai
permasalahan yang ada dalam keseharian kita, tetapi di sisi lain terdapat celah
yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan beberapa tindak kejahatan baik
tersembunyi ataupun terang-terangan. Sebut saja fenomena pemberitaan palsu atau
"hoax" yang belakangan ini semakin santer tersebar di berbagai
platform media sosial.
Hoax (dibaca: hōks, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis hoaks) menurut artikel Wikipedia dapat diartikan
sebagai informasi yang
sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hal
ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, maupun April Mop. Dan berdasarkan literatur lain, ada yang menyebutkan
bahwa hoax berasal dari kata hocus yang merupakan bagian dari
kalimat hocus pacus, yang merupakan frasa yang sering digunakan pesulap
atau penyihir saat melakukan aksinya. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa
istilah hoax sebenernya sudah ada sejak berabad-abad yang lalu
dan kemudian berkembang hingga saat ini mengalami perluasan makna menjadi
istilah untuk menyebutkan sebuah informasi atau berita bohong. Hoax pada
dasarnya merupakan informasi yang faktanya diputarbalikkan atau dibuat tidak
sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Dan keberadaan media sosial memerankan
andil yang sangat besar untuk menjadi salah satu faktor yang menyebabkan begitu
cepatnya sebuah hoax tersebar di kalangan masyarakat.
Apabila kita perhatikan, ada berbagai jenis hoax yang
beredar di kalangan masyarakat yang tersebar melalui jaringan media sosial.
Temanya pun bermacam-macam, mulai dari info politik, agama, sosial, dan
kesehatan. Bahkan yang lebih parah lagi, para penyebar hoax acap kali
menggunakan isu-isu sensitif seperti suku, agama, ras antar golongan (SARA)
untuk semakin memperkeruh suasana yang menyebabkan hoax ini tidak hanya
menyesatkan tetapi juga menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
Kita tentu ingat dengan berita-berita hoax yang
tersebar saat situasi politik terutama di ibukota negara tengah panas oleh
sebuah konflik kepentingan. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab
memanfaatkan hal tersebut untuk meraup rupiah dengan jalan menyebarkan
berita-berita bohong kepada masyarakat. Berbagai media sosial seperti Facebook,
Whatsapp, Blackberry Masanger, dan lain-lain digunakan oleh pihak
tersebut demi melancarkan aksinya. Dan bagi para pengguna media sosial yang
tidak peka akan situasi tersebut, mereka akan cenderung untuk mempercayai
berita yang terlanjur tersebar tanpa melakukan konfirmasi atau klarifikasi
informasi dari sumber yang kompeten. Akan sangat sulit untuk memberantas
konten-konten berbau hoax yang sudah dicap benar oleh masyarakat umum.
Apalagi bagi mereka-mereka yang hanya mengetahui informasi tersebut dari
"katanya".
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai masyarakat yang
budiman untuk memberantas atau minimal mencegah terjadinya peristiwa penyebaran
hoax secara masif di sekitar kita. Hal yang paling mudah adalah dengan cara
mengedukasi orang-orang di sekitar kita mengenai bahaya dari hoax itu
sendiri. Mulai dari keluarga, berlanjut ke lingkungan tempat tinggal, dan
bahkan lebih luas lagi untuk menjangkau lingkungan pergaulan dan masyarakat
umum. Tentunya dengan penjelasan yang rasional dan tidak menggurui sehingga
orang-orang yang kita cintai itu dapat lebih mempercayai informasi benar yang
datangnya dari sumber-sumber yang relevan.
Sebelum lebih jauh mengenai poin-poin cara menangkal hoax
yang beredar di masyarakat, tentu kita harus tahu terlebih dahulu ciri-ciri
dari sebuah informasi atau berita yang disinyalir merupakan hoax. Kita
dapat mengidentifikasi sebuah hoax dengan memperhatikan beberapa hal
penting yaitu:
1. Judul Berita atau Informasi
Informasi hoax yang tersebar di media sosial biasanya menggunakan
judul yang tidak biasa dan cenderung melebih-lebihkan infromasi. Contoh judul:
"Bahaya! Mengkonsumsi Udang dengan Vitamin C Menyebabkan Kematian".
2. Konten atau Isi
Struktur konten atau isi dari informasi hoax biasanya tidak
beraturan dan cenderung menggunakan bahasa yang tidak relevan. Terkadang
informasi hoax menyampaikan kajian-kajian ilmiah yang mendukung isi dari
infromasi tersebut, tetapi ketika dicek kembali ternyata kajian-kajian tersbut
tidak pernah dilakukan.
3. Sumber
Berita atau informasi hoax biasanya menyertakan sumber berupa
pranala yang berasal dari situs-situs internet yang diragukan kredibilitasnya.
Ada kasus para penyebar hoax ini mencatut nama lembaga pemerintah yang
berwenang terkait dengan informasi tersebut atau juga memelintir nama suatu
lembaga yang dibuat hampir menyerupai nama aslinya. Sehingga bagi mereka yang
memiliki pengetahuan informasi terbatas akan dengan cepat mempercayainya tanpa
pikir panjang. (Contoh: Sebuah situs yang menggunakan nama Liputan69 untuk
mengarahkan asumsi masyarakat kepada kanal berita Liputan 6).
Tentunya dengan langkah-langkah identifikasi seperti
yang sudah disebutkan di atas belum sepenuhnya dapat menangkal penyebaran
informasi hoax yang ada di masyarakat. Perlu langkah pencegahan dan juga
penangkalan yang harus dilakukan oleh semua orang demi memerangi musuh
tersembunyi bernama hoax. Berikut ini dijabarkan cara mudah mencegah dan
menangkal hoax yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari
dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut.
1. Baca Informasi dengan Lengkap
Kebanyakan dari kita malas untuk membaca suatu informasi yang panjang
dan berbelit-belit. Kecenderung yang ada justru kita hanya menilai suatu
informasi berdasarkan judulnya saja. Dan setelah membaca judul yang memang
dibuat sedemikian rupa, pembacanya tanpa pikir lagi akan langsung menyebarkan
informasi tersebut kepada keluarga, kenalan, kolega, atau orang-orang terdekat
lainnya. Dan seperti sistem Multilevel Marketing (MLM), informasi yang
ternyata hoax tersebut akan tersebar dari satu orang ke orang yang lain,
begitu seterusnya. Maka dari itu, mulai sekarang biasakan diri untuk membaca
infromasi secara lengkap atau minimalnya cari poin-poin penting yang diungkapkan
lewat informasi tersebut. Sehingga kita tidak secara mentah mencerna sebuah
judul infromasi yang belum tentu kebenarannya.
2. Bandingkan Informasi
Cobalah untuk membandingkan informasi yang kita dapat dengan informasi
lain yang beredar. Kita bisa mengidentifikasinya dengan menuliskan judul
infromasi pada kotak pencarian dari mesin pencari di internet. Dari sana kita
akan melihat berita atau informasi lain yang mungkin mendukung ataupun
menyanggah informasi yang kita punya. Jika terdapat polemik terkait dengan
informasi tersebut, maka lebih baik jika kita tidak menyebarkannya keapda orang
lain secara sembarangan.
3. Perhatikan Sumber Informasi
Sumber informasi merupakan hal yang terpenting untuk mencegah
tersebarnya konten-konten kebohongan di kalangan masyarakat. Kebanyakan dari
kita akan mudah percaya hanya dengan melihat pranala yang dicantumkan di bagian
bawah informasi. Kebanyakan dari kita berpikir bahwa jika suatu informasi
mencantumkan sumber maka informasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Padahal perlu kita telaah kembali apakah sumber yang dicantumkan tersebut dapat
dipercaya atau tidak. Contohnya, jika informasi yang tersebar terkait dengan
informasi kesehatan yang membawa nama BPOM, maka sumber yang paling relevan
untuk dicantumkan adalah dari situs BPOM sendiri dan bukan dari situs berita
abal-abal ataupun blog yang tidak terverifikasi.
4. Klarifikasi Informasi pada Pihak yang
Kompeten
Kita dapat mencegah penyebaran informasi kebohongan dengan cara
mengklarifikasi infromasi pada pihak yang kompeten dalam bidang tersebut. Ini
bisa kita lakukan dengan bertanya kepada teman ataupun kenalan yang memang
memiliki kompetensi apda bidang tersebut. Kita tidak mungkin akan menanyakan
informasi kesehatan keapda petani, karena sudah barang tentu hal tersebut bukan
menjadi keahliannya. Yang benar adalah dengan bertanya kepada dokter atau yang
yang lainnya.
5. Perbarui Informasi yang Kita Punya dalam
Jangka Waktu Tertentu
Infromasi selalu berubah bahkan hanya dalam hitungan detik. Maka dari
itu, akan sangat bijak jika kita dapat terus mengikuti perkembangan infromasi
yang beredar di masyarakat salah satunya melalui media sosial tanpa
mengesampingkan fakta dan realita yang sebenarnya. Pilah dan pilih informasi
yang memang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan mudah
menyebarkan informasi yang masih bersifat polemik ataupun belum jelas
asal-usulnya meskipun itu hanya informasi ringan. Karena berawal dari informasi
ringan kemudian ada orang-orang tidak bertanggung jawab yang bisa saja
mengubahnya menjadi sebuah kebohongan yang semakin besar.
Selain dari keluarga dan orang-orang
terdekat, sebenarnya ada tempat khusus yang bisa kita manfaatkan untuk
mengedukasi masyarakat terutama anak-anak mengenai bahaya hoax, yaitu
sekolah. Sekolah sudah sejak dahulu merupakan sumber informasi paling
terpercaya. Di masyarakat kita bahkan ada anggapan bahwa guru lebih dipercaya
dibandingkan dengan orangtua. Sehingga khususnya anak-anak dapat diarahkan
untuk lebih mempercayai informasi-informasi yang didapat dari gurunya atau
sekolah. Kita terutama yang terkait dengan institusi pendidikan dalam hal ini
sekolah dapat memanfaatkan media-media khusus seperti majalah dinding untuk
memberikan informasi-informasi yang benar dan sesuai dengan faktanya. Atau juga
melalui proses belajar mengajar, misalnya saat melakukan apersepsi ataupun pendahuluan
materi dan intermezzo kita bisa menyelipkan penyampaian
informasi-informasi ter-update yang mungkin akan sangat berguna bagi
anak-anak didik kita. Tentu saja dengan memperhatikan kebenaran dan fakta dari
informasi tersebut. Dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk dapat
menyukseskan gerkan anti hoax yang dicanangkan oleh pemerintah.
Selain dari hal-hal tersebut di atas sebenarnya
amsih banyak cara yang bisa dipergunakan untuk mencegah dan menangkal
penyebaran hoax di masyarakat. Intinya, semua itu tergantung pada diri
kita pribadi. Apakah akan menjadi pembaca yang cerdas atau justru menjadi
pembaca yang mudah percaya pada informasi yang belum jelas asal-usulnya. Mulai
dari hal yang kecil dengan membaisakan diri membaca informasi secara lengkap
dan utuh selanjutnya perhatikan sumber informasi dan tidak lupa untuk selalu
memperbarui informasi yang kita punya. Semoga dengan melakukan hal-hal
tersebut, kita dapat setidaknya mencegah anak cucu kita dan orang-orang
terdekat yang kita sayangi untuk menyebarkan konten-konten atau informasi yang
bohong dan membiasakan diri menyebarkan infromasi yang benar baik itu dalam
keseharian ataupun dalam bermedia sosial khususnya.
Mari selamatkan orang-orang terdekat kita
dari bahaya Hoax! Salam #AntiHoax !